RSS

Hari ke-7 kepergiannya...

Entah dapat wangsit menulis dari mana, aku tak tahu. Bismillah... Hanya terlintas dalam otakku, aku pengen nulis ah...

Ternyata baru 7 hari dia ninggalin aku, tapi kok rasanya kayak sudah se abad ya? (Halah lebayy). Banyak banget cerita numpuk yang belum sempat aku transfer ke dia, sampai akhirnya aku mutusin buat menulisnya. Berharap pas dia dah kembali, aku bisa ingat lewat tulisan-tulisan ini... Insya Allah.

Rasanya sekarang aku sudah banyak berubah, bukan lagi aku yang dulu. Aku sudah bisa "ontime" lho, masa percobaan 1 minggu. Huaaaa, seneng banget ya rasanya pas tahu kalau kita dateng tepat waktu. Tapi jengkel juga sich liat temen-temen yang masih suka ngaret datengnya. Padahal aku dulu juga kayak mereka. Hehehe... Kemarin aku sempet telat juga, lama banget malahan. Soalnya masih nunggu jemputan. (Hiyaaa, nebeng ae!)

Waktu pemilihan staff itu, asli aku kebingungan buat nentuin siapa-siapa saja yang bakal jadi partner kerjaku selama satu tahun ke depan. Kalau saja dia ada pada waktu itu, pasti aku bisa tanya-tanya sama dia yang notabasenya lebih tahu banyak tentang sifat-sifat para kandidat calon tersebut. Dan pasti aku bertukar pikiran sama dia, " Eh, si A ini gimana sich orangnya? Trus kalau si B, dia itu bisa datang ontime gak y?" Pertanyaanku yang panjang dan tak jarang membuatnya geram. Tapi, dengan sabar dia pasti menjawab " Kal si A itu, pertama dia orangnya bla, bla , bla... Kedua, dia itu bla, bla, bla.. Ketiga, dia gag suka bla, bla... dst" Jawabnya dengan sangat terperinci dan jelas.
Nah, aku sempet agak bingung waktu itu. Tanpa dia rasanya aku nggak bisa mengambil keputusan yang tepat. Aku takut banget kalau pilihan-pilihanku itu bukan yang terbaik, jelas saja bingung soalnya dari beberapa calon yang mengikuti tahap wawancara semuanya istimewa. Setelah mengalami diskusi panjang dengan beberapa teman, akhirnya masalah itupun dapat teratasi. Dan aku hanya bisa mengucap Alhamdulillah... Aku bisa untuk pertama kalinya tanpa dia.

Masalah kedua muncul, setelah aku di amanahin buat pesen makanan untuk sebuah acara syukuran di kampus. Aku kewalahan cari tempat makanan yang enak dan tentunya murah. Maklumlah, mahasiswa! Dana yang kami punya tak begitu banyak sedangkan sebagai calon ibu rumah tangga aku tahulah kalau sekarang harga bahan pokok mahalnya selangit. Dibantu salah satu temen(bendahara), akhirnya berhasil menemukan tempat yang cocok. Tapi masalahnya, aku baru pertama pesen di tempat itu. Hatiku berasa dag-dig-dug... Takut kalau rasanya kurang pas dan makanan yang di pesen gak cukup di hari H nya nanti. Soalnya aku pesen prasmanan, dan gak ada kepastian jumlah undangan yang bakal datang. Hari H pun datang, lhah si temen yang nemenin aku tadi (bendahara) ternyata gak bisa dateng karena ada acara yang gak bisa ditinggalkan. Aku semakin takut, seharusnya kami berdua yang menjadi penanggung jawab." Wah, matilah sudah", kataku dalam hati. Tapi untungnya nasib baik sedang berada di pihakku, ada banyak teman yang siap membantu. (thanks to AM, EC, NW, HA). Dari sini, aku juga mengharapkan kedatangannya. Biasanya dia pasti langsung telepon, "pesen di mana maemnya tadi?", tanya dia penasaran. "Napa? Gak enak ya?", balas tanyaku. Dan dia pasti berkomentar dengan panjang dan lebar samadengan luas. Maklum, dia termasuk pengamat makanan. Hampir semua makanan yang direkomendasikan dia, pasti juga cocok di lidahku dan teman-teman. Aduh gak kebayang dech, gimana ntar yang jadi istrinya.Sabar aja ya dan kayaknya harus kursus masak dulu. ^^

Selama tujuh hari ini, aku sering menyibukkan diri. Satu hal yang jadi susah buat ditinggalin adalah baca buku dan chatting tentunya. Pas aku lagi chatting, tanpa sengaja aku menambahkan ID di salah satu account chatku. Rupanya orang itu bukan orang biasa, beliau adalah calon pengajar di salah satu universitas negeri di tanah air. Sekarang beliau sedang mengemban tugas S2 di luar negeri. Waduh, aku sudah terlanjur di approve oleh beliau, dan memulai percakapan. Aku gak tahu harus bilang apa, rasa grogi, takut dan was-was mulai menguasai diriku. Aku menghela nafas panjang-panjang, sembari memikirkan apa yang akan aku ketikkan pada keyboard. Dalam keadaan seperti ini, aku kembali mengalihkan pikiranku pada dia. Dia tahu betul tentang aku, dia tahu seberapa besar rasa minder, ketidak percaya dirian yang aku punya. Aku juga susah berkomunikasi dengan orang-orang hebat (akibat over minder). Benar-benar susah menerima kepergiannya yang menurutku begitu mendadak ini. Kadang aku berpikir, mungkin dia sudah capek mentransfer ilmu kepadaku karena aku terlalu keras kepala, terlalu malas mencoba hal-hal baru, terkadang bahkan menyerah sebelum mencoba. Back to topic, bagaimana kelanjutan chattingnya? Rahasia.. hehehe...
Sampai sekarang aku masih berpikir, mungkin kalau waktu itu ada dia aku bisa bertanya tanya lebih sambil belajar berkomunikasi dengan orang yang baru aku kenal. Namun, aku juga harus menerima ini semua dan mengambil hikmah dari kepergiannya. Dengan begini aku berharap bisa menjadi lebih mandiri dan tegar, seperti yang dia harapkan dulu.[/men]

Alhamdulillah, aku bisa menyelesaikan tulisan pertamaku. Aku berharap bisa nulis yang lebih, lebih, dan lebih baik lagi. Insya Allah... Amin...
mohon doanya ya teman-teman... ^^
Surabaya, GM 16

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: